Headlines News :
Home » » Legenda Hoegeng Mantan Kapolda Sumatera Utara Anti Suap

Legenda Hoegeng Mantan Kapolda Sumatera Utara Anti Suap

Written By Life Story on Minggu, 02 Desember 2012 | Minggu, Desember 02, 2012

Hoegeng Imam Santoso atau yang biasa di sebut hoegeng, pensiunan Polri dengan pangkat terakhir jenderal. Dia tercatat pernah menjadi ajudan Presiden Soeharto pada 1986 sebelum akhirnya menjadi Wakapolda Metro Jaya. Pada 1987–1988, Kunarto menempati pos baru sebagai Kapolda Sumatera Utara (Sumut).

Di sanalah dia punya cerita tak terlupakan semasa bertugas di Medan. Soal Hoegeng, mantan Kapolri (1968–1971) yang dikenal antisuap dan antikorupsi sehingga pada masa pensiun ia sampai-sampai tak punya rumah dan mobil. Ini seorang jenderal lho!

”Saya banyak mengenal cerita demi cerita tentang Hoegeng. Terutama saat bertugas sebagai kepala polisi di Kota Medan,” ujar Kunarto (lihat Santoso, 2009). Salah satunya, lanjut dia, cerita ketika Hoegeng menolak dan melemparkan berbagai hadiah (sekarang mungkin sejenis parsel) ke luar jendela.

”Itu betul-betul cerita legendaris di Kepolisian RI, khususnya di Medan. Dan cerita tersebut tidak pernah susut atau mati sampai sekarang. Sewaktu saya menjadi Kapolda di sana pada 1987–1988, kisah itu diceritakan orang seperti baru terjadi kemarin sore,” ungkap Kunarto di kemudian hari soal Hoegeng.

Ya, selepas menjabat sebagai kepala DPKN Kantor Polisi Jatim (kini Polda Jatim), Hoegeng mendapat tugas berat di Medan. Di sana ia bakal menempati pos sebagai kepala bagian reserse dan kriminal di Kantor Polisi Sumut (kini Polda Sumut) pada 1956. Dalam memoarnya, Hoegeng: Polisi, Idaman dan Kenyataan (1993), Jenderal Hoegeng mengaku bahwa bertugas di Medan ibarat test case. ”Jika berhasil, karir bakal melesat,” urai Hoegeng dalam memoarnya yang ditulis oleh Abrar dan Ramadhan K.H. (lihat Hoegeng, 1993) tersebut.

Disebut tugas berat karena Medan kala itu dikenal sebagai kota yang angka kriminalitasnya tergolong tinggi. Kasus smokel (penyelundupan), judi, korupsi, dan suap juga tumbuh subur di Medan semasa itu. Tak jarang, kata Hoegeng, para pelakunya kerap menyuap pejabat terkait, termasuk polisi, untuk melancarkan usaha haram mereka.

Ketika Hoegeng tiba di Pelabuhan Belawan, Medan, waktu itu, dirinya sudah disambut oleh seseorang yang mengaku panitia selamat datang. Seorang yang disebut Cina Medan oleh Hoegeng. Dia siap memberikan fasilitas wah untuk Hoegeng. Pejabat polisi yang dikenal jujur itu dengan tegas menolak secara halus. Bahkan, dia memilih untuk tinggal di hotel dulu karena rumah dinas masih ditempati pejabat lama. Hoegeng memilih menunggu hingga rumah dinas itu kosong.

Sewaktu-waktu, Hoegeng menjumpai kediamannya penuh dengan barang luks dan tergolong sangat mewah. Mulai perabot rumah tangga, kulkas, hingga televisi. Ternyata barang-barang itu dikirim oleh orang yang dulu mengaku sebagai panitia selamat datang. Hoegeng memberikan ultimatum kepada orang tersebut untuk mengambil kembali barang-barang dari rumahnya maksimal sampai pukul dua siang.

Sampai deadline yang ditentukan, tak ada tanda-tanda barang-barang itu diambil. Hoegeng sambil marah-marah mengeluarkan segala perobatan mewah tersebut. Ditaruh di jalan!

Terbukti, Hoegeng amat sulit ditaklukkan oleh pihak-pihak yang ingin menyuap dan memanfaatkan pejabat. Semasa bertugas di Medan, dia banyak membongkar kasus perjudian, smokel, suap, dan korupsi. Termasuk yang melibatkan pejabat. Tak ada kompensasi apa pun. Hukum mesti ditegakkan.

Hoegeng siap menanggung risiko hidup jujur. Hingga pensiun, ia belum punya rumah. Karena simpatik, Kapolri M. Hasan yang menggantikan Hoegeng pada 1971 menghibahkan rumah dinas perwira Polri di Jl M. Yamin 8 , Menteng, Jakarta kepada Hoegeng. Rumah itu akhirnya dijual dan dibelikan dua rumah. Satu buat Hoegeng dan istrinya, Merry. Satu lagi ditempati anak sulungnya, Reni.

Hoegeng adalah legenda dan pahlawan kejujuran di negeri yang kini dirongrong oleh korupsi, suap, dan kasus lainnya. Figur pejabat yang langka dan mungkin sulit ditemui masa kini, ketika pejabat gila harta begitu banyak bak jamur di musim hujan.

Begitu langkanya sosok seperti itu, sampai-sampai almarhum Gus Dur melontarkan sebuah anekdot tentang polisi. ”Hanya ada tiga polisi yang tak bisa disuap. Yakni, patung polisi, polisi tidur, dan Hoegeng,”. 

Sumber :http://sejarah.kompasiana.com/2011/08/06/legenda-hoegeng-di-medan/

Share this article :

0 komentar:

Speak up your mind

Tell us what you're thinking... !

 
Support : And Proudly powered by Blogger
Copyright © 2011. Liputan Medan - All Rights Reserved
Redesign And